Rabu, 14 Juli 2010

islam memandang filsafat manusia

BAB I
Pendahuluan
Pengertian Filsafat
Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni: .
Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ = cinta, suka (loving), dan ’sophia’ = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa arabnya ‘failasuf”.
Dari Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Pengertian Filsafat Manusia
Filsafat manusia adalah cabang filsafat yang hendak secara khusus merefleksikan hakekat atau esensi dari manusia. Filsafat manusia sering juga disebut sebagai antropologi filosofis. Filsafat manusia memiliki kedudukan yang setara dengan cabang-cabang filsafat lainnya, seperti etika, epistemologi, kosmologi, dan filsafat politik. Akan tetapi filsafat manusia juga memiliki kedudukan yang istimewa, karena semua persoalan filsafat itu berawal dan berakhir tentang pertanyaan mengenai esensi dari manusia, yang merupakan tema utama refleksi filsafat manusia. (Abidin, Zainal Filsafat manusia, 2006).
Ciri Filsafat Manusia
Ciri utama dari filsafat manusia adalah pendekatannya yang sekaligus meluas dan mendalam di dalam memahami manusia. Disebut mendalam, karena filsafat hendak mencari inti, akar, atau struktur dasar yang melandasi seluruh realitas manusia, baik yang ada di dalam kehidupan sehari-hari, ataupun yang ada di dalam data-data ilmiah. Disebut meluas, karena filsafat manusia hendak memahami semua dimensi manusia dari sisinya yang paling mendasar, seperti manusia sebagai mahluk yang memiliki motivasi, kesadaran, kebebasan, agresi, dan sebagainya.
Manfaat Mempelajari Filsafat Manusia
Filsafat manusia menawarkan suatu bentuk pengetahuan yang luas, dalam, dan kritis tentang keseluruhan manusia. Pengetahuan semacam itu sekaligus memiliki manfaat teoritis dan praktis. Secara praktis, filsafat manusia mampu membantu kita membuat keputusan-keputusan praktis di dalam kehidupan sehari-hari dengan berbekal pengetahuan yang kita miliki tentang diri kita sendiri. Filsafat manusia juga dapat membantu memberikan makna pada apa yang tengah kita alami, menentukan tujuan hidup, dan sebagainya. Secara teoritis, filsafat manusia dapat membantu kita meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di dalam teori-teori tentang manusia yang terdapat di dalam ilmu pengetahuan. Filsafat manusia, pada akhirnya, dapat membuat kita semakin menyadari, betapa manusia adalah mahluk yang sangat rumit. Manusia adalah suatu enigma yang tak mungkin sepenuhnya bisa dipahami, bahkan oleh dirinya sendiri

BAB II
MANUSIA

1. Dari mana asal Manusia?
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.Pembicaraan kita tentang Manusia dan agama dimulai dengan manusia itu sendiri. Pertanyaan tersebut dijawab oleh dua sumber, aqal dan naqal. Jawaban aqal berasal dari manusia, sedangkan jawaban naqal berasal dari tuhan. Jawaban manusia terbagi terbagi dua pula, pertama, berdasarkan pengetahuan primitive atau bersahaja, kedua, pengetahuan ilmu. Jawaban naqal dibagi atas dua pula, pertama, yang dianggap atau dipercayai berasal dari tuhan, yang kedua, yang sungguh-sungguh yang berasal dari tuhan yang maha esa.
Pertanyaan tentang siapakah itu manusia berkaitan dengan dua pertanyaan lain : dari mana dan kemana akhirnya manusia itu? Kalau manusia berasal dari hasil evolusi hayat, tentu ia berasal dari jenis yang lebih rendah.

2. Hakikat Manusia
Masalah manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari ini didasarkan atas humanisme, martabat manusia serta pemujaan terhadap manusia. Ada pendapat bahwa agama telah menghancurkan kepribadian manusia serta telah memaksa mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah memamaksa ketika berhadapan dengan kehendak Tuhan maka manusia tidak berkuasa. (Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001). Bagi Iqbal ego adalah bersifat bebas unifed dan immoratal dengan dapat diketahui secara pasti tidak sekedar pengandaian logis. Pendapat tersebut adalah membantah tesis yang dikemukanakn oleh Kant yang mengatakan bahwa diri bebas dan immortal tidak ditemukan dalam pengalaman konkit namun secara logis harus dapat dijatikan postulas bagi kepentingan moral. Hal ini dikarenakan moral manusia tidak masuk akal bila kehidupan manusia yang tidak bebas dan tidak kelanjutan kehidupannya setelah mati. Iqbal memaparkan pemikiran ego terbagi menjadi tiga macam pantheisme, empirisme dan rasionalisme.
Menurut Gabriel Marcel, manusia bukanlah problema yang akan habis dipecahkan, melainkan misteri yang tidak mungkin disebutkan sifat dan cirinya secara tuntas karena harus dipahami dan dihayati. (Louis Leachy, 1984)

3. Manusia dan Kemungkinan Ultimnya
Manusia adalah suatu makhluk yang bertanya. Dari semula ia sudah berbakat filosofis, sebagaimana sudah tampak dengan jelas pada anak-anak. Secara spontan dan tanpa berpikir masak-masak, seorang anak mempertanyakan segala sesuatu, bahkan mengenai darimana asalnya dan kemana arahnya. Dalam agama Islam maupun agama Kristen, sering kali dipakai metode Tanya jawab tentang persoalan agama
Manusia sungguh makhluk yang bertanya, bahkan ia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya, dan dunia seluruhnya. Manusia yang bertanya, tahu tentang kebeeradaannya dan ia menyadari juga dirinya sebagia penanya. Jadi, ia mencari dan dalam pencariannya ia mengandaikan bahwa ada sesuatu yang bisa ditemukan, yaitu kemungkinan-kemungkinannya.
Apakah saya ini? Apakah manusia? Apakah kemungkinan kemungkinan saya dan manusia pada umumnya? Apakah makna kehidupan saya? Benar-benar pertanyaan-pertanyaan yang mendasar dan menawan hati. Bahkan dapat ditanyakan lebih mendasar lagi: apakah kehidupan saya masish mempunyai makna?
Kata “makna” menunjukan : arti, nilai, pengertian, rasonalitas, kesesuaian dengan tujuan. Orang beragama yang berpendidikan akan minta juga pandangan ilmu pengetahuan dan filsafat, sedangkan orang yang tidak beragama akan mencari jawabannya hanya dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Ia akan mencari untuk menemukan kemungkinan ultimnya dan dalam hal ini sekaligus ia mendapatkan makna kehidupannya.
Kemungkinan Ultim manusia mungkin ada pada setiap filsuf dan teolog, bahkan setiap manusia yang berpikir, bisa dan harus memandang kemungkinan ultimo itu seebagai makna kehidupannya. Kemungkinan ultimo adalah yang dapat dicapai manusia sebagai yang paling akhir dan paling menentukan; dengan kata lain, perutukan dan tujuannya.
4. Kedudukan dan peran manusia
Manusia sebagai mahluk yang berdimensional memiliki peran dan kedudukan yang sangat mulia. Tetapi sebelum membahas tentang peran dan kedudukan, pengulangan kembali tentang esensi dan eksistensi manusia. Manusia yang memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai abdullah, an-nas, al insan, al basyar dan khalifah. Kedudukan dan peran manusia adalah memerankan ia dalam kelima eksistensi tersebut. Misalkan sebagai khalifah dimuka bumi sebagai pengganti Tuhan manusia disini harus bersentuha dengan sejarah dan membuat sejarah dengan mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dan dengan di semangati nilai-nilai trasendensi. Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan sebagai hamba, yang memiliki inspirasi nilai-nilai ke-Tuhan-an yang tertanam sebagai penganti Tuhan dalam muka bumi. Manusia dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang seimbang dan saling berkerjasama dala rangka memakmurkan bumi. Manusia dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa syukur kita terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap apa yang dilakukan oleh manusia dalam pelaksana pengganti Tuhan sesuai dengan maqasid asy-syari’ah. Maqasid asy-syari’ah merupakan tujuan utama diciptanya sebuah hukum atau mungkin nilai-esensi dari hukum, dimana harus menjaga agama, jiwa, keturunan, harta, akal dan, ekologi. Manusia yang memegang amanah sebagai khalifah dalam melakukan keputusan dan tindakannya sesuai dengan maqasid asy-syari’ah.






BAB III
FILSAFAT DAN ISLAM
1. Filsafat Islam
Agaknya tidaklah aneh jika masih ada orang sampai hari ini meletakkan filsafat islam pada altar skeptif. Sikap ini jelas merupakan warisan, terutama dari pandangan para orientalis abad ke-19, menurut mereka kendatipun orang-orang islam melakukan kegiatan mempelajari filsafat, namun mereka tidak akan mungkin melahirkan filsafat sendiri. Alasan-alasan pandangan mereka dapat dirangkum sebagia berikut:
a. Adanya kitabsuci alquran yang menegaskan kebebasan atau kemerdekaan berpikir.
b. Karakter bangsa arab yang tidak mungkin berfilsafat.
c. Bangsa arab adalah ras semit (al-samy), termasuk ras rendah bila dibandingkan dengan bangsa yunani ras Aria (al-ary). Ras semit mempunyai daya nalar yang lemah dan tidak mampu berfilsafat, yang hanya dimiliki oleh ras Aria.
Alasan-alasan diatas yang dikemukakan tidak mempunyai dasar sama sekali, bahkan mengandung kadar kezaliman. Seperti kitab suci alqwuran dituding menegasikan kebebasan berfikir, padahal faktualnya tidak sedikit ayat-ayat alquran yang mengsnjurkan dan mendorong pemeluknya banyak berpikir dan melakukan pen gamatan dan penelitian dalam berbagai bidang serta mencela orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. Dengan demikian, tidak dapat disangsikan lagi bahwa salah satu jasa islam ialah memobilisasi akal, pembuka, dan penggerak akal manusia dalam kehidupan rohani dan jasmani.

2. Tiga Lingkungan Pemikiran Islam
Di dalam dunia islam ada tiga lingkungan yang mengeluti pemikiran filsafat. Mereka hidu p sezaman dan saling to take and give. Ketiga lingkungan tersebut adalah, yang pertama yaitu aliran kalam yang mencakup syi’ah dan ahl al-sunah. Aliran syi’ah mempunyai teolog-teolog yang kadang kala tidak kalah bobotnya dibandingkan teolog-teolog ahl al-sunah. Lingkungan ini secara global merupakan lingkungan paling sempurna dari tiga lingkungan itu.
Yang kedua adalah lingkungan filosof-filosof murni, yang kita sebut dengan paripatetik Arab. Paripatetik adalah aliran yang bersumber pada Aristoteles, walaupun berbeda dari Aristoteles dalam sebagian hal. Dan lingkungan yang terakhir yaitu adalah lingkungan kaum sufi. Lingkungan ini mampu membela pemikiran filsafat pada waktu public awam menolaknya, di bawah pengaruh serangan keras , sehingga filsafat dalam beberapa zaman hidup di bawah naungan tasawuf, sebagaimana ia hidup di bawah naungan ilmu kalam.

3. Hubungan Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Keislaman Lainnya
a) Filsafat Islam dengan Ilmu Kalam
Walaupun ilmu kalam tetap menjadikan nash-nash agama ssebagai sumber pokok, tetapi dalam kenyataannya penggunaan dalil-dalil “melebihi” penggunaan dalil naqli yang Nampak pada perbincangan mutakallimin. Atas dasar itulah sejumlah pakar memasukkan ilmu kalam dalam lingkup Filsafat. Selain itu alasan yang di kemukakan adalah sebagai berikut:
• Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan di abad-abad permulaan hijriah ialah firman atau kalam Allah Alquran sebagai salah satu sifatnya.
• Dasar-dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil (rasio)
• Cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai ilmu logika dan filsafat.
Dengan demikian, ilmu kalam merupakan salah satu ilmu keislaman yang timbul dari hasil diskusi umat islam dalam merumuskan akidah islam dengan menggunakan dalil akal dan filsafat. Walaupun objek dan metode kedua ilmu ini berbeda, tapi saling melengkapi dalam memahami islam dan pembentukan akidah muslim.
b) Filsafat dengan Tasawuf
Menurut al-Iraqy, tasawuf dalam islam baik yang suni maupun yang falsafi termasuk dalam ruang lingkup filsafat islam secara umum. Menurutnya, hal ini disebabkan kaum sufi mempergunakan logika dalam mempelajari ai-hulul, wahdat al-wujud, al-baqa’ dan al-fana’. Maka dengan menempuh jalan mujahadah (pengekangan hawa nafsu) dan musyahadah (pandangan bathin), serta berbicara dengan bahasa intuisi dan pengalaman batin, Allah kemudian menancapkan ke dalam jiwa manusia ketika bersih prihal ma’rifah dan hakikat-hakikat maujud. Jalan tersebut tidak merata terdapat pada manusia

Jumat, 18 Juni 2010

mahasiswa dan internet

Mahasiswa dan Internet
Oleh : Ahmad Afif

Pendahuluan

Dewasa ini, dunia berada dalam era globalisasi atau era informasi. Era ini ditandai dengan perkembangan dalam bidang teknologi dan informatika yang sangat pesat. Berbicara mengenai pendidikan juga tidak akan luput dari masalah pemberdayaan teknologi informatika. Hal ini dikarenakan kecenderungan aspek kehidupan termasuk pendidikan di era global sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, terutama teknologi komputer dan internet.
Teknologi internet hadir sebagai media yang multifungsi. Berbagai peranan internet dalam ranah pendidikan antara lain sebagai akses ke sumber informasi (online journal, e-library), alat bantu pembelajaran (media komunikasi dan interaksi Guru-peserta didik , mahasiswa-mahasiswa), fasilitas pembelajaran (e-learning), dan sebagai infrastruktur institusi lembaga pendidikan (sistem informasi) termasuk perguruan tinggi. Berbagai peranan ini dinilai sangat istimewa karena mampu meningkatkan arus informasi dengan cepat dan menjadi poin penting bagi perkembangan pengetahuan dan informasi di Indonesia pada era persaingan global.
Disamping keistimewaan peranan teknologi internet dalam ranah informasi di Indonesia, peranan internet memiliki potensi tersendiri dalam menuai kontroversi. Kontroversi ini terjadi karena perbedaan sudut pandang dalam menilai value dari pemanfaatan internet dalam dunia pendidikan dan moral. Termasuk dikarenakan banyaknya penyalahguaan informasi dunia maya tersebut



A. Sekilas Tentang Internet
Secara harfiah, internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian yang menyajikan berbagai macam bentu informasi. Beberapa layanan internet yang populer, ialah email/surat elektronik, Usenet, Newsgroup, berbagi berkas (File Sharing), WWW (World Wide Web), Gopher, akses sesi (Session Access), WAIS, finger, IRC, MUD, dan MUSH. Di antara semua ini, email/surat elektronik dan World Wide Web lebih kerap digunakan, dan lebih banyak servis yang dibangun berdasarkannya, seperti milis (Mailing List) dan Weblog. Internet memungkinkan adanya servis terkini (Real-time service), seperti web radio, dan webcast, yang dapat diakses di seluruh dunia. Selain itu melalui internet dimungkinkan untuk berkomunikasi secara langsung antara dua pengguna atau lebih melalui program pengirim pesan instan seperti Camfrog, Pidgin (Gaim), Trilian, Kopete, Yahoo! Messenger, MSN Messenger dan Windows Live Messenger. Beberapa servis Internet populer yang berdasarkan sistem tertutup (Proprietary System), adalah seperti IRC, ICQ, AIM, CDDB, dan Gnutella.
Beberapa tokoh penting dalam dunia internet diantaranya Timothy Berners Lee pencipta WWW (World Wide Web) dan Roy Tomlinson pencipta @ (at) pada alamat surat e-mail
B. Kebutuhan Akan Internet
Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran(decentralization) / pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara ekstrim.
Perkembangan Internet juga telah mempengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-commerce.
Internet juga semakin banyak digunakan di tempat umum. Beberapa tempat umum yang menyediakan layanan internet termasuk perpustakaan, dan internet cafe/warnet (juga disebut Cyber Cafe). Terdapat juga tempat awam yang menyediakan pusat akses internet, seperti Internet Kiosk, Public access Terminal, dan Telepon web. Terdapat juga toko-toko yang menyediakan akses wi-fi, seperti Wifi-cafe.
Begitupun pada kebanyakan lingkungan kampus, kebanyakan perguruan tinggi di indonesia, menggunakan Wi-fi atau yang mungkin lebih kita kenal dengan sebutan Hot spot. Pengadaaan ini lebih memudahhkan mahasiswa dalam menunjang perkuliahan. Para Mahasiswa hanya perlu membawa laptop (notebook), atau PDA, yang mempunyai kemampuan wifi untuk mendapatkan akses internet di kampus, dan diperolehlah semua informasi yang di butuhkan.
Penggunaan jasa internet di perguruan tinggi tidak hanya sebatas Wi-fi atau Hot spot, melainkan juga system on-line yang memudahkan segala bentuk urusan birokrasi di dunia kampus. System on-line memberikan warna baru pada perguruan tinggi, dimana mahasiswa tinggal akses jaringan kamus lalu kekuarlah segala macam bentuk informasi tentang, nilai, pengiriman tugas, pendaftaran ulang, jadwal penerimaan mahasiswa baru, dan sebagainya. Tidak dapat kita pungiri, Ini semua amat sangat dibutuhkan oleh mahasiswa, bahkan tidak hanya mahasiswa, sampai dosen pun membutuhkan system yang ditawarkan internet ini.
C. Urgensi Internet di kalangan Mahasiswa
Sekarang muncul satu pertanyaan baru. Perlukah internet itu??? Simple.. hari ini adalah era globalisasi dimana informasi sangat di butuhkan, seperti yang telah kami paparkan di atas, bukan hanya pemerintahan saja, tapi seluruh aspek kehidupan hari ini, sampai mendapatkan resep kue untuk lebaranpun bisa didapatkan di internet.
Begitu pula dalam kalangan dunia “Mahasiswa”. Internet (Website) menjadi suatu pembantu mahasiswa dalam mendapatkan bahan kuliah, termasuk tugas. Dan hal ini bukan lagi nyaring di telinga kalangan mahasiswa “mau kemana??” “ nyari tugas di internet” kalimat di atas kerap kali terdengar di kalangan mahasiswa.
Munculnya era globalisasi dan adanya pasar bebas, membuat masyarakat haus akan informasi, sebagai Agent of Change, mahasiswa juga masuk pada kasus ini.
Berbagai fitur yang ditawarkan oleh internet cepat mewabah pada dunia mahasiswa. Website-website, seperti facebook, twitter, friendster, blogger, wordpres, hari ini menjelma menjadi ajang “gaul” mahasiswa. Perlu kita garis bawahi, bahwa ajang “gaul” memberikan dampak yang besar bagi mahasiswa, dimana kita dapat mengembangkan bahkan sampai dalam bentuk ekspos berbagai kreasi-kreasi inofatif di dalamnya. Mulai dari tulisan, karikatur, puisi, bahkan sampai ajang diskusi pun dimuat didalamnya.
D. Penyalahgunaan internet di kalangan Mahasiswa
Penyalahgunaan internet di Indonesia masih tinggi dan menduduki peringkat kedua setelah Ukraina. Internet yang seharusnya digunakan untuk mencari/mengakses suatu informasi malah digunakan untuk mengakses situs-situs porno. KRMT Roy Suryo Notodiprojo mengungkapkan bahwa dari 24,5 juta pengakses internet sekitar 54% berusia 15-20 tahun dan lebih dari 90% di antaranya pernah masuk situs porno.
Berdasarkan data tersebut, terungkap bahwa pengakses situs-situs porno kebanyakan adalah para pelajar SMA dan mahasiswa. Jika hal ini dibiarkan begitu saja maka dapat merusak moral masyarakat, terutama para generasi muda atau bahkan yang lebih parah kata “agent of change” yang disandarkan pada mahasiswa, rasanya sudah menjadi tidak layak.
Ini semua adalah fakta, dimana internet bisa menjadi wabah yang bercun “ meracuni otak”. Apalagi mahasiswa yang dikatakan sebagai kaum terdidik, ikut terjangkit bahkan sampai ikut mengsukseskan.
Ini semua adalah bentuk kerusakan ( sisi negative) yang kita peroleh melalui internet. Perlu kita cerdasi bahwa perlu pemikiran yang dewasa bagi para mahasiswa agar bisa sembuh dari wabah yang satu ini. Kenapa?? . karena jika kita bicara soal pengatasan, maka yang akan muncul adalah kenyataan akan kegagalan. Kasus penyalahgunaan ini sudah ibarat virus computer yang sudah tidak bisa di heal lagi. Mungkin bisa kita simpulkan bahwa tekhnik pengobatannya Cuma ada 2, yang pertama hilangkan jaringan internet atau yang kedua dewasakan pikiran anda. So?? Silahkan mau pilih yang mana.

Jumat, 04 Juni 2010

Kesehatan mental "khauf & raja'

by: Arie Pratama Putra
Khauf Dan Raja’ Dalam Kesehatan Mental

1. Pengertian Khauf Dan Raja’
Berjalan mendekatkan diri dan mencari keridloan Allah, dihadapan kita banyak dijumpai rintangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam diri kita, yang terang-terangan (yang disadari) maupun yang tersembunyi (tidak disadari). Untuk menghadapi itu semua maka kita harus mempunyai rasa takut terhadap amcaman azab Allah (Khauf) dan pengharapan terhadap rahmat Allah (Raja') serta memenuhi perimbangan antara khaf dan raja'.
a) Khauf.
Khauf adalah reaksi atas munculnya kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang membahayakan, menghancurkan atau menyakitkan. Allah melarang takut terhadap pengikut syaithan dan memerintahkan hanya takut kepada-Nya.
b) Raja’
Raja’ atau berharap adalah prasangka baik seorang hamba kepada Rabbnya disaat rasa takut lebih mendominasi. Para salaf memperbesar rasa harapketika mendekati ajal yakni di saat mereka menghadapi rasa takut akan su’ul khatimah.
Raja’ adalah keinginan seorang terhadap sesuatu yang mungkin diperolehnya dalam waktu dekat atau jauh tapi diposisikan sebagai sesuatu yang dekat. Raja’ mengandung sikap merendah dan hal ini hanya untuk Allah . Siapa yang memalingkan kepada selain Allah maka bisa mengakibatkan syirik kecil atau besar tergantung hati orang yang mengharapkannya.
Allah berfirman,
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seseorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS.Al-Kahfi : 110)

2. Mempertemukan Khauf Dan raja’
Orang-orang shalih mendidik jiwa mereka dengan cara mengagumkan. Mereka berada diantara pintu Targhib (motivasi) dan pintu Tarhib (ancaman). Jika jiwanya menghadap Allah dengan ketaatan, mereka takut jika amalnya tidak diterima dan konsekuensi lainnya. Jika mereka mengikuti hawa nafsu mengambil dan condong kepadanya, maka segera menghentikannya dan timbul rasa takutnya.
Mereka takut kepada Allah , takut akan siksa-Nya. Lalu menindaklajuti rasa tkut akan ancaman Allah tersebut dengan Trghib terhadap apa-apa yang ada di sisi Allah .
Rahasia dari persoalan tersebut adalah jika seseorang hanya mengingat iming-iming akan karunia dan rahmat Allah saja maka dia akan merasa cukup dengan harapannya dan meninggalkan amal. Disaat itu mereka perlu menghadirkan rasa takut akan ancaman Allah .
Dan jika seseorang hanya mengingat ancaman Allah dan takut akan maker Allah kepada hamba-Nya ini bisa menyebabkan dia berputus asa dari rahmat Allah . Disaat itu mereka perlu menghadirkan rasa harap akan apa yang ada disisi Allah berupa luasnya karunia-Nya serta kesempurnaan rahmat-Nya. Beginilah mengkompromikan rasa takut dan harap.
Muhammad bin Wasi berkata ketika mendekati ajalnya,” Wahai saudaraku tahukah kalian, kemanakah dia akan membawaku?” Demi Allah hanya ada dua kemungkinan, ke neraka atau Allah mengampuniku.”

3. Khauf Dan Raja’ Dalam Kesehatan Mental
Dasar pentingnya memiliki rasa khauf dan raja’ adalah:
a) Agar terhindar dari kemaksiatan.
Sebab nafsu yang ada pada diri kita sangat cenderung melakukan perbuatan jahat, dan selalu bermain mata dengan fitnah. Seperti tidak ada henti-hentinya nafsu ini mendorong dan menarik kita pada perbuatan demikian. Oleh karena itu kita harus mengancam dan membuat nafsu itu menjadi takut, dengan cara mencambuk dan mendera, baik berupa ucapan tindakan maupun pikiran.
b) Agar tidak ujub atau berbangga diri/sombong pada ketaatan dan amal shalehnya.
Sebab jika sampai bersikap ujub, maka dapat menyebabkan celaka. Sekalipun kita sedang berbuat ketaatan, kita harus selalu waspada terhadap nafsu. Nafsu harus tetap dipaksa dengan dicela dan dihinakan tentang apa yang ada padanya, berupa kejahatannya, dosa-dosa dan berbagai macam bahayanya
c) Agar bersemangat dalam melakukan ketaatan.
Sebab berbuat baik itu beradan setan senantiasa mencegahnya, hawa nafsu tah henti-hentinya mengajak paa selain yang baik. Seperti keadaan kebanyakan orang yang lalai, mereka mempunyai watak menuruti hawa nafsu secara terang-terangan.Sedang pahala yang dicari dengan ketaatan itu tidak kelihatan mata dan bersifat gaib. Sementara jalan memperoleh pahala itu begitu jauh.
d) Agar merasa ringan menanggung berbagai kesulitan dan kesusuhan.
Barang siapa telah mengetahui kebaikan akan sesuatu yang menjadi tujuan, tentu menjadi ringan untuk mengeluarkan apa yang perlu diberikan. Ketika orang benar-benar menyukai sesuatu, tetnu ia sanggup memikul beban beratnya dan tidak akan peduli apa yang akan ia hadapi dan berapapun ongkosnya. Jika seorang telah benar-benar mencintai orang lain, tentu ia dengan senang hati ikut menanggung cobaan orang yang ia cintai itu. Bahkan merasa senang dengan cobaan itu.

Karena itu orang-orang yang memiliki dan mendapatkan hakikat dari rasa khauf dan raja’ seperti yang diuraikan di atas akan terjauhkan dari dasar gangguan kejiwaan.

Sabtu, 29 Mei 2010

Janji

Janji
By: Ahmad Afif
Janji, sumpah, atau komitmen, acap indah diucapkan, mudah ditandatangani, tapi tak jarang gampang pula dicederai. Bagaimana para amirul mukminin menepati janji?
Suatu ketika, dua orang pemuda menghadap Amirul Mukminin, Umar bin Khatthab Radhiyallahu 'anhu (Ra), sambil menggiring seorang pria. Keduanya mengadukan pria tersebut kepada khalifah atas kasus pembunuhan yang dilakukannya terhadap ayah mereka. Mendengar pengaduan itu, serta merta Umar bin Khatthab langsung menginterogasinya.
“Wahai Fulan, apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Umar.
“Waktu itu aku memiliki unta. Ketika kami berhenti di kebun milik ayah kedua pemuda, tanpa dapat dicegah untaku menjulurkan lehernya dan memakan kurma yang ada di kebun. Tiba-tiba datang ayah kedua pemuda dan memukulkan batu ke arah untaku. Melihat demikian, aku tak tinggal diam. Aku ambil batu tersebut dan balas memukul kepala ayahnya hingga tewas,” papar pria itu.
Dari pengakuan itu, Umar bin Khatthab memvonisnya dengan hukuman qishash, yaitu menghukum mati pria itu. Tapi sebelum dieksekusi, pria itu minta waktu penundaan tiga hari. Alasannya, ia masih memiliki beberapa saudara yatim, sedang dirinya menyimpan banyak harta di suatu tempat yang tidak diketahui kecuali dirinya sendiri. Rencananya, waktu tiga hari tersebut akan digunakan untuk memberitahukan tempat harta tadi disimpan kepada saudara-saudaranya agar mereka dapat memanfaatkannya.
Umar bin Khatthab berkata, “Bisa saja aku beri tempo tiga hari, asalkan engkau mampu menghadirkan orang yang bisa menjadi jaminanmu.”
Sikap bijaksana Amirul Mukminin itu segera disambut si terpidana dengan menebar pandangannya ke arah orang-orang yang ada di sekeliling pengadilan. Ia berharap mudah-mudahan ada orang yang ia kenal. Sayangnya, tak seorang pun yang ia kenal. Sirnalah harapannya untuk mendapatkan orang yang akan menjadi penjaminnya.
Tapi tiba-tiba dari kerumunan massa, berdiri sosok sederhana yang tak lain adalah Abu Dzar Al-Ghiffari. Ia mengangkat tangan seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, insya Allah saya siap menjadi penjaminnya hingga sebelum terbenamnya matahari di hari ketiga.”
Berkat jaminan Abu Dzar, pria itu bisa pergi untuk menikmati tempo waktu tiga hari yang diberikan Amirul Mukminin sebelum dieksekusi.
Di hari ketiga, waktu tersisa hanya dalam hitungan jam saja, Umar menatap penuh rasa khawatir kepada Abu Dzar. Ia takut kalau pria itu tidak datang. Tapi dalam suasana tegang itu, sebelum matahari terbenam, pria tersebut muncul di tempat yang ia janjikan sesuai waktu yang ia tetapkan. “Wahai Amirul Mukminin, inilah aku telah datang menemuimu,” lapor pria itu kepada Umar.
Dengan setengah kagum Umar bertanya, “Apa yang mendorongmu untuk datang kemari?”
Pria itu menjawab, “Aku datang agar khalayak luas tidak ada yang berasumsi bahwa pemenuhan janji sudah mati suri.”
Lantas Umar bertanya kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, apa yang mendorongmu bersedia menjadi penjaminnya?”
Abu Dzar menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, aku berani menjaminnya agar tak seorang pun beranggapan bahwa muruah (harga diri) telah hilang.”
Tiba-tiba kedua pemuda yang ayahnya mati terbunuh maju menghadap kepada Amirul Mukminin untuk menarik dakwaan dan memaafkan pria itu. Umar pun bertanya, “Mengapa kalian berdua memaafkannya?”
Kedua pemuda menjawab, “Agar tak seorang pun memiliki persepsi bahwa toleransi telah sirna.”
Janji, sumpah, atau komitmen, acap indah diucapkan, mudah ditandatangani, tapi tak jarang gampang pula dicederai. Akhir-akhir ini, kita kerap menyaksikan berbagai janji, nota kesepahaman, atau sumpah setia, begitu mudah dibuat oleh berbagai kalangan, mulai dari orang-orang elite hingga mereka yang dikenal wong cilik. Sayangnya, kesepakatan yang dibuat seringkali semu, tidak mencerminkan nilai-nilai kesepakatan yang sesungguhnya, tapi dilakukan demi mengejar kepentingan sesaat. Dalam bahasa lain dikenal dengan istilah politik dagang sapi.
Di tengah badai krisis multidimensi yang tak kunjung reda ini, kita tentu menyambut baik setiap kesepahaman yang terjadi antara para elite politik negeri ini. Namun seyogyanya, semua dilakukan atas landasan nilai-nilai moral dan kepentingan universal bangsa dan ummat Islam, sebagai pemangku sah negeri ini. Dalam kaitan ini, kisah di atas menggambarkan dalam tiga dimensi moral yang amat bernilai.
Pertama, kesepakatan dibuat harus didasari cita-cita luhur agar rakyat tidak ada yang berasumsi bahwa pemenuhan janji sudah mati suri.
Ini merupakan sebuah ungkapan arif yang mencerminkan keluhuran jiwa. Sebenarnya, tiga hari cukup bagi pria terpidana itu untuk kabur agar terbebas dari jeratan hukum. Toh, kalaupun ia tak datang menepati janji, ada orang yang telah siap menjadi penggantinya untuk menerima hukuman. Tapi tidak demikian. Dengan tegar ia menepati apa yang telah menjadi komitmen dirinya.
Sikap demikian tentu saja tidak akan pernah terjadi di negeri dimana kejujuran, pemenuhan janji, dan komitmen sudah sirna. Jangan harap ada keluhuran sikap seperti itu bila apapun di negeri ini bisa selesai asalkan uang dan kekuasaan yang berbicara. Sudah menjadi rahasia umum, maling-maling kelas kakap negeri ini dapat dengan mudah berkelit dan lari dari tuntutan hukum. Alasannya klasik: sakit, berobat ke luar negeri, atau apapun yang terkesan absah secara hukum.
Contoh lain, ada kecenderungan sejumlah elite politik negeri ini membangun koalisi yang sangat sarat dengan kepentingan-kepentingan individu para ketua partai semata, tanpa mempertimbangkan kepentingan konstituennya. Alih-alih memberi perubahan, kesepakatan yang dibangun dalam koalisi itu justru malah menjadi simbol kebangkitan dari kekuatan amoral status quo. Padahal dari dulu perilaku mereka bak bajing loncat, bunglon, atau lintah darat penghisap darah dan peluh keringat rakyat. Lebih disayangkan lagi, di dalam barisan koalisi itu justru ada yang berasal dari kekuatan politik Islam.
Kedua, agar tak seorang pun beranggapan bahwa muruah (harga diri) telah hilang.
Harga diri bangsa ini sudah diobral habis-habisan. Di dalam negeri, misalnya, bangsa ini telah menjadi kuli di negerinya sendiri. Di luar negeri, mereka diperlakukan laksana budak-budak belian. Jeritan, rintihan, dan tangisan para pahlawan devisa itu seperti tak pernah berakhir. Sementara mental para pejabat kerap menyebalkan, selalu ingin dilayani, berambisi untuk dituankan. Sungguh mentalitas mereka jauh dari muruah yang seharusnya dimiliki para pemimpin.
Berbeda dengan sikap Abu Dzar. Ia bersedia menjadi tameng bagi sosok terpidana qishash yang ingin harga dirinya tidak hilang dengan berusaha menuntaskan amanah yang diembannya (harta anak yatim) kepada sanak famili yang berhak. Andaikan tidak ada jaminan dari sosok Abu Dzar, pria itu tidak akan bisa memenuhi amanah yang dipikulnya. Inilah sosok figur publik yang kita butuhkan saat ini. Sosok yang rela berkorban demi rakyat kecil yang jujur. Sosok yang mendukung upaya menyuburkan keluhuran sikap di masyarakatnya.


Ketiga, agar tak seorang pun memiliki persepsi bahwa jiwa toleransi telah sirna.
Sikap pemaaf seperti yang dilakukan kedua pemuda di atas merupakan barang langka, mengingat keduanya berlapang dada memaafkan ketika mereka sebenarnya dibenarkan secara hukum untuk membalas kematian ayahnya. Peristiwa ini mencerminkan penegakan hukum yang tegas oleh pihak penguasa sekaligus kejujuran rakyat yang rela menunjukkan pengakuan bersalah tanpa adanya tekanan. Kisah itu juga mengajarkan kita untuk memaafkan orang yang mau mengakui kesalahannya dan jujur dengan janjinya, walaupun secara hukum ia telah divonis bersalah.
Tapi, sikap memaafkan di sini harus dibedakan dengan “jiwa pemaaf” bangsa ini yang lebih tepat disebut sebagai “jiwa pelupa”. Bangsa ini telah diperas dan dibuat sengsara oleh pemimpinnya, tapi anehnya masih ada elemen bangsa yang rela berdarah-darah membela dan memilih kembali pemimpin yang selama bertahun-tahun telah membuat mereka menderita. Bangsa ini, harkat dan martabatnya, telah diperkosa oleh para pejabat korup, tapi masih tetap legowo memberikan jalan mulus untuk mereka menuju kursi kekuasaan.

Senin, 24 Mei 2010

PRO Sosial

Pro sosial

Baron dan Byrne (2004: 356), menyatakan bahwa “perilaku pro-sosial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya”.

William dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 177), “membatasi perilaku pro-sosial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perilaku pro sosial bertujuan untuk membantu meningkatkan well being orang lain”.

Pengertian tersebut menekankan pada maksud dari perilaku untuk menciptakan kesejahteraan fisik maupun psikis. Lebih jauh lagi, Brigham dalam Daya kisni dan Hudaniah (2003: 177) menyatakan bahwa “perilaku prososial mempunyai maksud untuk menolong kesejahteraan orang lain. Dengan demikian kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan, dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial”.

Dengan demikian perilaku pro-sosial mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain. Perilaku pro-sosial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi si penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis yang memberi keuntungan pada orang lain atau dirinya sendiri.

a) Faktor-Faktor Dasar Perilaku Prososial

Menurut Staub dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 178) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak pro-sosial, yaitu:

1. Situasional (Situation)

Faktor situasional ialah faktor-faktor lainnya yang juga dipergunakan untuk mengubah pendirian manusia dan mempertahankan atau memperkuat suatu perubahan tertentu. Makna penting beberapa factor situasional, yang meliputi munculnya:

a) Daya tarik fisik. Yaitu: dimensi yang digunakan untuk merujuk secara khusus pada keingingan seseorang untuk mendekati orang lain, karena daya tarik fisik adalah sumber informasi yang tampak dan dengan cepat mudah didapat.

b) Kemampuan (ability). Yaitu: keandalan dari seseorang untuk memberikan ganjaran (keuntungan) atau konsekuensi positif yang telah dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan. Mereka akan membantu kita dalam menyelesaikan masalah, memberikan nasehat, membantu kita menafsirkan kejadian-kejadian yang ada dan sebagainya.

c) Pengetahuan. Yaitu: keandalan seseorang untuk memberikan ganjaran (keuntungan) yang sesuai dan terpercaya.

d) Perasaan/mood yang positif (positive emotional arousal). Yaitu: seseorang akan lebih suka memberikan pertolongan pada orang lain, bila kehadirannya berbarengan denganmunculnya perasaan positif. Demikan pula orang yang mengalami suasana hati yang gembira akan lebih suka menolong. Sedangkan dalam suasana hati yang sedih, orang akan kurang suka memberikan pertolongan. Sebab suasana hati (mood) dapat berpengaruh pada kesiapan seseorang untuk membantu orang lain.

2. Nilai-nilai pribadi dan norma (Personal Values and Norms) Yaitu adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti:

a) Tanggung jawab. Yaitu: kemauan atau kesiapan seseorang untuk memberikan ganjaran berupa jasa yang dibutuhkan orang lain.

b) Kedekatan (proximity). Yaitu: meliputi kemudahan dalam pendekatan pada setiap kontak yang terjadi dengan orang lain. Dalam hal ini dimana adanya suatu hubungan yang sering dilakukan.

c) Keadilan. Yaitu: kesediaan seseorang untuk membantu orang lain serta memberikan ganjaran yang tepat sesuai kebutuhan orang lain. Dimensi ini menekankan pada sikap yang cepat dan tepat dalam pertanyaan, keluhan, dan masalah orang lain.

d) Kebenaran. Yaitu: dimensi yang menekankan kemampuan seseorang untuk menyampaikan kepastian dan membangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri orang lain.

3. Empati (Empathy) Yaitu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran. Individu yang memiliki empati akan lebih menunjukkan perilaku menolong. Orang-orang yang skornya tinggi pada orientasi empati terhadap orang lain menunjukkan lebih simpati dalam melakukan hubungan dan komunikasi yang baik serta menaruh perhatian pada orang lain yang sedangdalam kesusahan/kesulitan. Terdapat beberapa bentuk empati yang terjadi seperti:

a) Komunikasi. Yaitu: kemampuan seseorang untuk memberikan informasi kepada orang lain dalam bahasa yang dapat mereka pahami serta selalu mendengarkan saran dan keluhan orang.

b) Perhatian pribadi. Yaitu: kemampuan seseorang dalam memperlakukan orang lain sebaga individu-individu yang spesial.

c) Memahami kebutuhan. Yaitu: usaha untuk memahami kebutuhan orang lain.

d) Simpati. Yaitu: adanya keinginan untuk memahami pihak lain dan berkerja sama.