Senin, 24 Mei 2010

PRO Sosial

Pro sosial

Baron dan Byrne (2004: 356), menyatakan bahwa “perilaku pro-sosial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya”.

William dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 177), “membatasi perilaku pro-sosial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perilaku pro sosial bertujuan untuk membantu meningkatkan well being orang lain”.

Pengertian tersebut menekankan pada maksud dari perilaku untuk menciptakan kesejahteraan fisik maupun psikis. Lebih jauh lagi, Brigham dalam Daya kisni dan Hudaniah (2003: 177) menyatakan bahwa “perilaku prososial mempunyai maksud untuk menolong kesejahteraan orang lain. Dengan demikian kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan, dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial”.

Dengan demikian perilaku pro-sosial mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain. Perilaku pro-sosial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi si penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis yang memberi keuntungan pada orang lain atau dirinya sendiri.

a) Faktor-Faktor Dasar Perilaku Prososial

Menurut Staub dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 178) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak pro-sosial, yaitu:

1. Situasional (Situation)

Faktor situasional ialah faktor-faktor lainnya yang juga dipergunakan untuk mengubah pendirian manusia dan mempertahankan atau memperkuat suatu perubahan tertentu. Makna penting beberapa factor situasional, yang meliputi munculnya:

a) Daya tarik fisik. Yaitu: dimensi yang digunakan untuk merujuk secara khusus pada keingingan seseorang untuk mendekati orang lain, karena daya tarik fisik adalah sumber informasi yang tampak dan dengan cepat mudah didapat.

b) Kemampuan (ability). Yaitu: keandalan dari seseorang untuk memberikan ganjaran (keuntungan) atau konsekuensi positif yang telah dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan. Mereka akan membantu kita dalam menyelesaikan masalah, memberikan nasehat, membantu kita menafsirkan kejadian-kejadian yang ada dan sebagainya.

c) Pengetahuan. Yaitu: keandalan seseorang untuk memberikan ganjaran (keuntungan) yang sesuai dan terpercaya.

d) Perasaan/mood yang positif (positive emotional arousal). Yaitu: seseorang akan lebih suka memberikan pertolongan pada orang lain, bila kehadirannya berbarengan denganmunculnya perasaan positif. Demikan pula orang yang mengalami suasana hati yang gembira akan lebih suka menolong. Sedangkan dalam suasana hati yang sedih, orang akan kurang suka memberikan pertolongan. Sebab suasana hati (mood) dapat berpengaruh pada kesiapan seseorang untuk membantu orang lain.

2. Nilai-nilai pribadi dan norma (Personal Values and Norms) Yaitu adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti:

a) Tanggung jawab. Yaitu: kemauan atau kesiapan seseorang untuk memberikan ganjaran berupa jasa yang dibutuhkan orang lain.

b) Kedekatan (proximity). Yaitu: meliputi kemudahan dalam pendekatan pada setiap kontak yang terjadi dengan orang lain. Dalam hal ini dimana adanya suatu hubungan yang sering dilakukan.

c) Keadilan. Yaitu: kesediaan seseorang untuk membantu orang lain serta memberikan ganjaran yang tepat sesuai kebutuhan orang lain. Dimensi ini menekankan pada sikap yang cepat dan tepat dalam pertanyaan, keluhan, dan masalah orang lain.

d) Kebenaran. Yaitu: dimensi yang menekankan kemampuan seseorang untuk menyampaikan kepastian dan membangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri orang lain.

3. Empati (Empathy) Yaitu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran. Individu yang memiliki empati akan lebih menunjukkan perilaku menolong. Orang-orang yang skornya tinggi pada orientasi empati terhadap orang lain menunjukkan lebih simpati dalam melakukan hubungan dan komunikasi yang baik serta menaruh perhatian pada orang lain yang sedangdalam kesusahan/kesulitan. Terdapat beberapa bentuk empati yang terjadi seperti:

a) Komunikasi. Yaitu: kemampuan seseorang untuk memberikan informasi kepada orang lain dalam bahasa yang dapat mereka pahami serta selalu mendengarkan saran dan keluhan orang.

b) Perhatian pribadi. Yaitu: kemampuan seseorang dalam memperlakukan orang lain sebaga individu-individu yang spesial.

c) Memahami kebutuhan. Yaitu: usaha untuk memahami kebutuhan orang lain.

d) Simpati. Yaitu: adanya keinginan untuk memahami pihak lain dan berkerja sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar